BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Remaja
merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. “Masa remaja
adalah usia yang paling rawan dalam kehidupan anak-anak. Salah mendidik, anak
akan menjadi sosok yang angkuh, egois dan pemberontak” (menurut Dr. Farah
Agustin, Psikolog anak). Di usia ini anak-anak mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan
yang terjadi itu, meliputi: jasmani, rohani, pikiran, perasaan dan sosial.
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap
progresif.
Masa
remaja adalah puncak perkembangan seluruh aspek-aspek kepribadian anak. Sebab
setelah melewati masa remaja ini anak tersebut akan menjadi seorang yang dewasa
yang boleh dikatakan telah terbentuk suatu pribadi yang relatif tetap.
Perkembangan
moral, nilai dan sikap (tingkah laku) ini berkembang sangat pesat pada masa
remaja. Dapat dikatakan bahwa pada masa remaja menjadi penentu perkembangan
hal-hal tersebut.
Penanaman
nilai-nilai keagamaan menyangkut konsep tentang ketuhanan, semenjak usia dini
mampu membentuk religiositas anak mengakar secara kuat pada masa remaja dan
mempunyai pengaruh sepanjang hidup. Pada teori Harms, dinyatakan bahwa
pemahaman anak tentang tuhan melalui tiga fase, dan masa remaja adalah masa
yang mengalami fase individualistic stage. Dua situasi yang mendukung
perkembangan rasa agama pada usia remaja adalah kemampuannya untuk berfikir
abstrak dan kesensitifan emosinya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1)
Apa yang di maksud dengan perkembangan
moralitas pada remaja?
2)
Bagaimana peng-implikasi-an perkembangan
moralitas dalam pemdidikan?
3)
Apa yang dimaksud dengan perkembangan keagamaan
pada remaja?
4)
Bagaimana implikasinya dalam pendidikan?
5)
Bagaimakah karakteristik perkembangan moralitas
dan keagamaan remaja serta implikasinya dalam pendidikan?
C.
TUJUAN
PENULISAN
1) Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan Perkembangan Peserta Didik;
2) Sebagai
salah satu syarat mengikuti UTS;
3) Sebagai
langkah untuk lebih mengenal karakter peserta didik khususnya pada usia remaja;
4) Untuk menambah
wawasan dan pengalaman.
D.
METODE PENULISAN
Cara-cara
yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi pustaka dan browsing
internet. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku dan mencari data yang
berkaitan dengan materi di internet.
BAB II
KAJIAN
TEORI
A.
Hakikat
Perkembangan
Perkembangan dapat diartikan sebagagai satu
proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik fisik maupun psikis
menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis,
progresif, dan berkesinambungan.
Sistematis, berarti
perubahan dalam perkembangan itu bresifat saling ketergantungan atau
memengaruhi antara bagian-bagian organisme (fisik dan psikis) dan merupakan
satu kesatuan yang harmonis. Progresif berarti perubahan yang terjadi
bersifat maju, meningkat, mendalam atau meluas, baik secara kuantitatif (fisik)
maupun kualitatif (psikis). Berkesinambungan berarti perubahan pada
bagian fungsi organisme berlangsung secara beraturan atau berurutan, tidak
terjadi secara kebetulan atau loncat-loncat.
Perkembangan mempunyai ciri-ciri yaitu :
terjadinya perubahan ukuran, terjadinya perubahan proporsi, lenyapnya
tanda-tanda lama dan munculnya tanda-tanda baru. Perkembangan merupakan proses
yang tidak pernah berhenti, baik fisik maupun psikis berlangsung secara
terus-menerus sejak masa konsepsi sampai mencapai masa kematangan atau masa
tua. Semua aspek perkembangan saling memengaruhi, yaitu setiap aspek
perkembangan individu, baik fisik, intelektual, emosi, sosial, spiritual maupun
moral, satu sama lainya saling memengaruhi dan terdapat hubungan korelasi
yang positif antara aspek-aspek tersebut. Perkembangan mengikuti pola atau arah
tertentu yaitu setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan tahap
sebelumnya dan merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya. Perkembangan
terjadi pada tempo yang berlainan yaitu perkembangan fisik dan psikis
mencapai kematanganya terjadi pada waktu dan tempo yang berbeda (ada yang cepat
dan ada yang lambat).
Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas
misalnya (a) sampai usia 2 tahun anak memusatkan perhatianya untuk menguasi
gerak-gerik fisik dan belajar berbicara. Dan (b) usia 3-6 tahun, perkembangan
di pusatkan untuk menjadi manusia sosial (belajar bergaul dengan orang lain.
Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan fase
perkembangan, bahwa dalam menjalani kehidupanya yang normal dan berusia
panjang, individu akan mengalami masa atau fase perkembangan yaitu masa
konsepsi bayi, kanak-kanak, anak, remaja dan dewasa.
B.
Hakikat
Remaja
Istilah remaja berasal dari bahasa Latin “adolescence”
yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence juga
mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial,
dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (Hurlock, 1980:
206)
Secara psikologis, masa remaja adalah
usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak
tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada
dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, intelegensi
dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih
berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual
yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir
remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan
sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari
periode perkembangan ini.
Sedangkan menurut Hurlock (1980: 206),
remaja adalah mereka berada pada usia berlangsung kira-kira dari tiga belas
tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja
bermula dari usia tujuh belas atau tujuh belas tahun sampai delapan belas
tahun, yaitu usia matang secara hukum. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan
periode yang sangat singkat.
Remaja adalah masa yang penuh dengan
permasalahan. Pernyataan ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu, yaitu di
awal abad kedua puluh oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall.
Pendapat Stanley Hall (dalam Santrock, 2003: 193) pada saat itu
yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan yang sampai sekarang
banyak dikutip orang.
C.
Hakikat
Perkembangan Moralitas
Perkembangan moral adalah perkembangan yang
berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock,
1995).
Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki
moral, tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk
dikembangkan. Karena itu melalui pengalamanya berinteraksi dengan orang lain,
anak belajar memahami tentang prilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan
tinglah laku mana yang buruk yang tidak boleh dikerjakan.
Moral adalah ajaran tentang baik buruk
perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban (purwadarminto, 1957:957). Dalam
moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu
perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan
kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan salah dengan
demikian moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.
D.
Hakikat
Perkembangan Keagamaan Remaja
Latar belakang kehidupan
keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan hakekat dan nasib
manusia, memainkan peranan penting dalam menentukan konsepsinya tentang apa dan
siapa dia, dan akan menjadi apa dia. Agama, seperti yang kita temukan dalam
kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sistem tentang keyakinan-keyakinan,
sikap-sikap dan praktek-praktek yang kita anut, pada umumnya berpusat sekitar
pemujaan.
Dari sudut pandangan
individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi urusan terakhir
baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap
kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan
dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya. Dari sudut pandangan sosial,
seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki hubungan-hubungan bermakna
dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia pegang bersama dengan orang lain
dalam ketaatan yang umum terhadapnya. Bagi kebanyakan orang, agama merupakan
dasar terhadap falsafah hidupnya.
Penemuan lain
menunjukkan, bahwa sekalipun pada masa remaja banyak mempertanyakan
kepercayaan-kepercayaan keagamaan mereka, namun pada akhirnya kembali lagi
kepada kepercayaan tersebut. Banyak orang yang pada usia dua puluhan dan awal
tiga puluhan, tatkala mereka sudah menjadi orang tua, kembali melakukan
praktek-praktek yang sebelumnya mereka abaikan (Bossard dan Boll, 1943). Bagi
remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral.
Bahkan, sebagaiman
dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka
moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya.
Agama dapat menstabilkan
tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang
berada di dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi
remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya. Dibandingkan dengan masa awal
anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang
cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan
berpikir simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada diawan, maka
pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih
mendalam tentang Tuhan dan eksistensi.
Perkembangan pemahaman
remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kognitifnya. Oleh karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia telah
diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka
mengalami kemajuann dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan
tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Sehubungan dengan pengaruh
perekembangan kognitif terhadap perkembangan agama selama masa remaja ini.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Perkembangan Moralitas Remaja
Serta Implikasinya Dalam Pendidikan
1.
Pengertian
Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos”
(Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata
cara kehidupan. Moral dapat
juga diartikan sebagai ajaran tentang baik buruk
perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral diatur
segala perbuatan yang dinilai baik, perlu dilakukan,dan suatu perbuatan yang
dinilai tidak baik dan perlu dihindari.
Perkembangan moral adalah
perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain
(Santrock, 1995). Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (immoral).
Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap
untuk dikembangkan. Karena itu, dalam pengalamannya berinteraksi dengan
orang lain (dengan orang tua, saudara, teman sebaya, atau guru), anak belajar
memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah
laku yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk
menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral.
Nilai-nilai moral itu, seperti:
a. Seruan
untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan,
memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
b. Larangan
mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara
perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali
dalam bertingkah laku. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila
tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja
adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh masyarakat dan kemudian mau
membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing,
diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
2.
Karakteristik
Perkembangan Moral
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja
adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai
tahapan berfikir operasional formal, yakni:
a.
Mulai mampu berfikir abstrak;
b.
Mulai mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis,
maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada
waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar
hidup mereka;
c.
Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan
mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang
ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai walau belum mampu mempertanggungjawabkannya
secara pribadi;
d.
Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan
kurang pada apa yang salah;
e.
Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan;
f.
Penilaian moral menjadi kurang egosentris;
g.
Penilaian secara psikologis menjadi lebih
mahal.
3.
Faktor
Faktor yang Menghambat Perkembangan Moralitas Remaja
Adapun Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan moral:
a.
Hubungan harmonis dalam keluarga, yang merupakan
tempat penerapan pertama sebagai individu. Begitupula dengan pendidikan
agama yang diajarkan di lingkungan keluarga sangat berperan dalam perkembangan
moral remaja.
b.
Masyarakat, tingkah laku manusia bisa terkendali oleh
kontrol dari yang mempunyai sanksi-sanksi buat pelanggarnya.
c.
Lingkungan sosial, lingkungan sosial terutama lingkungan
sosial terdekat yang bisa sebagai pendidik dan pembina untuk memberi pengaruh
dan membentuk tingkah laku yang sesuai.
d.
Perkembangan nalar, makin tinggi penalaran seseorang,
maka makin tinggi pula moral seseorang.
e.
Peranan media massa dan perkembangan teknologi modern.
Hal ini berpengaruh pada moral remaja. Karena seorang remaja sangat cepat untuk
terpengaruh terhadap hal-hal yang baru yang belum diketahuinya.
4.
Implementasi Perkembangan Moralitas Dalam
Pendidikan
Adapun implementasi dari perkembangan moral pada remaja
adalah:
a.
Dalam bergaul, remaja sudah mulai selektif dalam memilih
teman;
b.
Remaja sudah peka terhadap permasalahan yang terjadi di
sekitarnya dan sudah mulai mencari solusi terhadap permasalahan tersebut;
c.
Sudah mulai mencoba untuk membahagiakan orang lain;
d.
Timbul rasa kepedulian jika melihat hal-hal yang
menyentuh hati;
e.
Remaja sudah mulai membentuk kepribadiannya yang sesuai
dengan nilai-nilai yang diyakininya.
5.
Upaya
Upaya Sekolah Dalam Rangka Mengembangkannya
Ketika anak berada dalam
masa perkembangan, pembentukan moralnya dipengaruhi oleh lingkungannya. Dimulai
dari lingkungan keluarga, dimana orang tua mengenalkan nilai-nilai sederhana
seperti kesopanan terhadap ayah dan ibu. Saat pergaulan anak tersebut makin
luas pada usia remaja, dia akan mengenal lebih banyak nilai-nilai kehidupan
melalui kejadian-kejadian di sekitarnya. Remaja terdorong untuk mengidentifikasi
peristiwa yang dialaminya sehingga dapat membedakan sikap mana yang baik dan
mana yang tidak baik untuk dilakukan.
Upaya membantu remaja
menemukan identitas diri:
a. Berilah
informasi tentang pilihan-pilihan karier dan peran-peran orang dewasa
b. Membantu siswa menemukan sumber-sumber untuk
memecahkan masalah pribadinya (melalui guru konseling)
c. Bersikap toleran terhadap tingkah laku remaja
yang dipandang aneh. Caranya: mendiskusikan tentang tatakrama dalam berpakaian
d. Memberi umpan
balik yang realistis tentang dirinya.
Caranya: berdiskusi dengan siswa,
member contoh orang lain yang sukses dalam hidup.
Menurut
Kohlberg ;
a.
Anak menganggap baik dan buruk
atas dasar akibat yang ditimbulkannya berupa kepatuhan dan hukuman atas
kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Misalnya, jika anak tidak mau belajar
maka dia tidak akan diijinkan untuk bermain dengan temannya.
b.
Anak tidak lagi secara mutlak
tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya atau ditentukan oleh orang
lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian dapat dipandang dari berbagai
sisi yaitu sisi manfaat dan kerugiannya.
c.
Anak mulai memasuki umur belasan
tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat
dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain.
d.
Anak merasakan bahwa perbuatan
baik yang diperlihatkan bukan hanya agar dapat diterima lingkungan, tetapi juga
bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan atau norma sosial, contohnya
seorang remaja yang mulai belajar menghormati orang yang lebih tua dengan bersikap
ramah dan santun.
e.
Remaja menyadari adanya hubungan
timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial melalui kata hati yang
dirasakannya. Maksudnya, jika dia menjalankan kewajibannya sebagai anggota
masyarakat maka lingkungan aka memberikan perlindungan dan rasa nyaman padanya.
f.
(Prinsip Universal), remaja
mengadakan penginternalisasian moral yaitu remaja melakukan tingkah laku moral
yang dikemudikan oleh tanggung jawab batin sendiri, menjadikan penilaian moral
sebagai nilai-nilai pribadi yang tercermin pada tingkah lakunya.
Mengenai peranan sekolah
dalam mengembangkan kepribadian anak, Hurlock (1986: 322) mengemukakan bahwa
sekolah merupakan factor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (siswa),
baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun cara berprilaku. Sekolah berperan
sebagai substitusi keluarga dan guru substitusi orangtua. Ada beberapa alassan,
mengapa sekolah memainkan peranan penting yang berarti bagi perkembangan
kepribadian anak, yaitu ;
a.
Siswa harus hadir disekolah;
b.
Sekolah memberikan pengaruh kepada
anak secara dini seiring dengan masa
perkembangan ‘konsep dirinya”;
c.
Anak-anak banyak menghabiskan
waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah;
d.
Sekolah member kesempatan kepada
siswa untuk meraih sukses;
e.
Sekolah member kesempatan pertama
kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuannya secara realistis.
B. Karakteristik Perkembangan Keagamaan Remaja
Serta Implikasinya Dalam Pendidikan.
1. Pengertian
Agama memang tidak
mudah untuk didefinisikan secara tepat, karena agama mengambil bentuk
bermacam-macam diantara suku-suku dan bangsa-bangsa di dunia. Secara etimologi,
religion (agama) berasal dari bahasa latin religio, yang berarti suatu
hubungan antara manusia dan Tuhan.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Adams dan Gullotta (1983), agama
memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu
membandingkan tingkah lakunya, agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa
memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini,
agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah
mencari eksistensi dirinya.
Fitrah beragama ini merupakan disposisi
(kemampuan dasar) yang mengandung kemungkinan atau berpeluang untuk berkembang.
Namun, mengenai arah dan kualitas perkembangan beragama remaja sangat
bergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya. Jiwa beragama atau
kesadaran beragama merujuk kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan
keimanan kepada Allah yang direfleksikan kedalam peribadatan kepada-Nya.
Kebutuhan remaja akan Allah kadang-kadang tidak terasa
ketika remaja dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Sebaliknya Allah sangat
dibutuhkan apabila remaja dalam keadaan gelisah, ketika ada ancaman, takut akan
kegelapan, ketika merasa berdosa.
Jadi kesimpulannya, perasaan remaja pada agama
adalah ambivalensi. Kadang-kadang
sangat cinta dan percaya pada Tuhan, tetapi sering pula berubah menjadi acuh
tak acuh dan menentang (Zakiyah Darajat,
2003:96-96 dan Sururin, 2002:70).
2. Karakteristik Perkembangan Keagamaan
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka
masa remaja menduduki masa Progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa
remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka
agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya
penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak
pada remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan pada masa remaja ditandai oleh beberapa
faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut
W. Starbuck adalah:
a) Pertumbuhan pikiran dan
mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja
dari masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis
terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah
tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan
lainnya.
b) Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan
sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati berkehidupan yang
terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong
dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja
yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah
didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual.
Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasan super, remaja lebih terperosok ke
arah tindakan seksual yang negatif.
c)
Pertimbangan sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya
pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara
pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu.
Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka remaja
lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
d)
Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari
rasa berdosa dan usaha untuk mencari perlindungan. Tipe moral yang juga
terlihat pada remaja juga mencakupi:
1. Self-directive,
taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
2. Adaptive, mengikuti situasi
lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3. Submissive, merasakan adanya
keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
4. Unadjusted, belum meyakini akan
kebenaran ajaran agama dan moral.
5. Deviant, menolak dasar dan hukum
keagamaan serta tatanan masyarakat.
e) Sikap dan minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan
boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil
dan lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).
Howard Bell dan Ross, berdasarkan penelitiannya terhadap
13.000 remaja di Marlyand mengungkapkan sebagai berikut:
1. Remaja yang taat
beribadah ke gereja secara terartur 45%;
2. Remaja yang tidak
pernah kegereja 35%;
3. Minat
terhadap: ekonomi, keuangan, materi dan sukses pribadi 73%;
4. Minat terhadap
masalah ideal, keagamaan dan sosial 21%.
Perkembangan
keagamaan remaja tergantung bagaimana dan apa yang diperolehnya sejak masa
anak-anak. Umumnya, apabila pendidikan agama yang diberikan kuat maka
perkembangan keagamaan remaja akan menjadi positif dan boleh jadi semakin kuat.
Begitu pula sebaliknya, apabila terdapat banyak kerancuan pemahaman terhadap
keagamaan, maka perkembangan keagamaan remaja tersebut akan terganggu. Pada
masa remaja, keagamaan sama pentingnya dengan moral.
Ahli
umum (Zakiah, Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa pada
garis besarnya perkembangan keagamaan itu dibagi dalam dua tahapan yang secara
kualitatif menunjukan karakteristik yang berbeda.
1.
Masa remaja awal
a. Sikap negatif disebabkan
alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang yang beragama secara
hipokrit;
b. Pandangan
dalam ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar
berbagai konsep dan pemikiran yang tidak cocok;
c. Penghayatan rohaniahnya
cenderung skeptik, sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan
ritual.
2. Masa remaja akhir
a. Sikap kembali pada umumnya
kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual;
b. Pandangan dalam hal
ke-Tuhanan dipahamkan dalam hal konteks agama yang dianutnya;
c.
Penghayatan rohaniahnya kembali tenang.
3.
Faktor-
faktor yang Mempengaruhi
Tidak
sedikit remaja yang bimbang dan ragu dengan agama yang diterimanya, W. Sturbuck meneliti mahasiswa Middle
Burg College. Dari 142 remaja yang berusia 11-26 tahun, terdapat 53% yang
mengalami keraguan tentang:
a) Ajaran agama yang mereka
terima.
b) Cara penerapan ajaran
agama.
c) Keadaan
lembaga-lembaga keagamaan.
d) Para pemuka agama
Menurut analisis yang dilakukan W.Starbuck,
keraguan itu disebabkan oleh faktor:
·
Kepribadian
Tipe kepribadian dan jenis kelamin, bisa menyebabkan
remaja melakukan salah tafsir terhadap ajaran agama.
Bagi individu yang memiliki kepribadian yang introvert, ketika mereka mendapatkan
kegagalan dalam mendapatkan pertolongan Tuhan, maka akan menyebabkan mereka
salah tafsir terhadap sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayangnya Tuhan.
Misalnya: Ketika berdoa’a tidak terkabul, maka mereka
akan menjadi ragu akan kebenaran sifat Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang
Tuhan tersebut. Kondisi ini akan sangat membekas pada remaja yang introvert
walau sebelumnya dia taat beragama.
Untuk jenis kelamin
Wanita yang cepat matang akan lebih menunjukkan
keraguan pada ajaran agama dibandingkan pada laki-laki cepat matang.
·
Kesalahan Organisasi
Keagamaan dan Pemuka Agama
Kesalahan ini dipicu
oleh “dalam kenyataannya, terdapat banyak organisasi dan aliran-aliran
keagamaan”. Dalam pandangan remaja hal itu mengesankan adanya pertentangan
dalam ajaran agama. Selain itu remaja juga melihat kenyataan “Tidak tanduk
keagamaan para pemuka agama yang tidak sepenuhnya menuruti tuntutan agama”.
·
Pernyataan Kebutuhan
Agama
Pada dasarnya manusia
memiliki sifat konservatif (senang dengan yang sudah ada), namun disisi
lain, manusia juga memiliki dorongan curiosity (dorongan ingin tahu).
Kedua sifat bawaan ini
merupakan kenyataan dari kebutuhan manusia yang normal. Apa yang menyebabkan
pernyataan kebutuhan manusia itu berkaitan dengan munculnya keraguan pada
ajaran agama?
Dengan dorongan Curiosity,
maka remaja akan terdorong untuk mempelajari/mengkaji ajaran agamanya. Jika
dalam pengkajian itu terdapat perbedaan-perbedaan atau terdapat
ketidaksejalanan dengan apa yang telah dimilikinya (konservatif) maka akan
menimbulkan keraguan.
·
Kebiasaan
Remaja yang sudah
terbiasa dengan suatu tradisi keagamaan yang dianutnya akan ragu untuk menerima
kebenaran ajaran lain yang baru diterimanya/dilihatnya.
·
Pendidikan
Kondisi ini terjadi
pada remaja yang terpelajar. Remaja yang terpelajar akan lebih kritis terhadap
ajaran agamanya. Terutama yang banyak mengandung ajaran yang bersifat dogmatis.
Apalagi jika mereka memiliki kemampuan untuk menafsirkan ajaran agama yang
dianutnya secara lebih rasional.
·
Percampuran Antara
Agama dengan Mistik
Dalam kenyataan yang
ada ditengah-tengah masyarakat, kadang-kadang tanpa disadari ada tindak
keagamaan yang mereka lakukan ditopangi oleh mistik dan praktek kebatinan.
Penyatuan unsur ini menyebabkan remaja menjadi ragu untuk menentukan antara
unsur agama dengan mistik.
Penyebab keraguan
remaja dalam bidang agama yang dikemukakan oleh Starbuck diatas, adalah
penyebab keraguan yang bersifat umum bukan yang bersifat individual. Keraguan
remaja pada agama bisa juga terjadi secara individual. Keraguan yang bersifat
individual ini disebabkan oleh:
a. Kepercayaan
Yaitu: Keraguan yang
menyangkut masalah ke-Tuhanan dan implikasinya. Keraguan seperti ini berpeluang
pada remaja agama Kristen,,yaitu: tentang ke-Tuhanan yang Trinitas.
b. Tempat Suci
Yaitu: keraguan yang
menyangkut masalah pemuliaan dan pengaguman tempat-tempat suci.
c. Alat Perlengkapan Agama
Misalnya: Fungsi salib
pada ajaran agama Kristen
d.
Fungsi dan Tugas dalam
Lembaga Keagamaan
Misalnya: Fungsi
pendeta sebagai penghapus dosa
e. Pemuka agama, biarawan dan biarawati
f. Perbedaan aliran dalam keagamaan
Jadi,
·
Tingkat keyakinan dan
ketaatan remaja pada agama sangat dipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam
menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang terjadi dalam dirinya.
·
Dalam upaya mengatasi
konflik batin, para remaja cenderung untuk bergabung dalam peer groups-nya
dalam rangka berbagi rasa dan pengalaman. Kondisi inipun akan mempengaruhi
keyakinan dan ketaatan remaja pada agama (Jalaluddin, 2002:78-81)
Faktor lain yang mempengaruhi adalah, adanya motivasi
dari dalam diri remaja itu sendiri. Menurut Yahya Jaya, motivasi
beragama adalah usaha yang ada dalam diri manusia yang mendorongnya untuk
berbuat sesuatu tindak keagamaan dengan tujuan tertentu atau usaha yang
menyebabkan seseorang beragama.
Menurut Nico Syukur, manusia termotivasi untuk
beragama atau melakukan tindak keagamaan dalam 4 hal:
1. Didorong oleh keinginan untuk mengatasi frustasi
dalam kehidupan, baik:
·
Frustasi karena
kesukaran alam;
·
Frustasi karena sosial;
·
Frustasi karena moral;
·
Frustasi karena
kematian.
2. Didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan
dan tata tertib masyarakat
3. Didorong oleh
keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu atau intelek ingin tahu manusia.
4. Didorong oleh
keinginan menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.
4.
Implikasi
Perkembangan Keagamaan Remaja Dalam Pendidikan
Spilka
menyatakan bahwa penanaman agama yang terhenti sebelum seseorang mencapai
formal operation stage kadang akan sulit untuk diperbaiki. Oleh karena itu pemberian
materi agama bagi remaja harus tetap dilakukan dengan memperhatikan berbagai
aspek perkembangan yang terjadi pada masa remaja.
Sebagai
faktor eksternal, maka pendidik harus memperhatikan dinamika perkembangan
remaja. Dalam hal ini dinamika perkembangan remaja dapat digunakan sebagai
dasar penyusunan materi yang akan diberikan kepada remaja beserta strategi dan
metode penyampaiannya. Dilihat dari segi
muatanya, pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi
satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran yang lain
sehingga penyampaian materi agama harus disampaikan
menggunakan konsep yang luas, dengan mengaitkan berbagi cabang ilmu pengetahuan
lain dan disampaikan secara mendalam. Hal ini sesuai dengan berbagai aspek
perkembangan remaja baik kondisi maupun kejiwaannya sehingga mampu mendorong
minat beragama serta menumbuhkan minat untuk menggali secara mendalam mengenai
berbagai pengetahuan agama, sehingga dapat menjawab segala pertanyaan mengenai
suatu hal yang berkaitan dengan keyakinannya dan menjawab semua persoalan
pribadinya.
Dengan demikian maka materi pendidikan agama dapat diterima dengan
baik dan dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari hari mereka, sehingga dapat meningkatkan potensi spiritual serta
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT dan berakhlak mulia.
Pendidikan
agama nampaknya harus tetap dipertahankan sebagai bagian penting dari
program-program pendidikan yang diberikan di sekolah. Tanpa melalui pendidikan
agama, mustahil SQ dapat berkembang baik dalam diri peserta didik.
Anak
remaja memasuki masa kritis dan skeptis. Pengahayatan kehidupan
keagamaan sehari-hari dilakukan mungkin atas pertimbangan adannya semacam
tuntutan yang memaksa dari luar dirinya. Implikasi dari perkembangan perilaku,
moral, dan keagamaan anak usia sekolah menengah adalah pendidikan hendaknya
dilaksanakan dalam bentuk kelompok-kelompok belajar, atau perkumpulan remaja
yang positif. Sekolah hendaknya menciptakan suasana dan menyediakan fasilitas
yang memungkinkan terbentuknya kelompok-kelompok remaja yang mempunyai tujuan
dan program-program kegiatan yang positif berdasarkan minat siswa.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Seseorang
dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas
penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh
kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan
harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman
seperti yang dialami waktu anak-anak.
Masa
remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.
Masa remaja adalah masa pemberontakan. Pada masa itulah hati nurani mulai
mengambil peran dalam menentukan perilaku remaja, dan rasa tanggung jawab atas
segala akibat dari perilakunya.
Dalam keseluruhan perkembangan agama,
perkembangan pada usia anak-anak mempunyai peran yang sangat penting karena
dalam perkembangan tersebut keseluruhan dasar-dasar religiositas mulai
terbentuk. Akan tetapi perhatian dan kesangguan pihak orang dewasa dalam
memahami dan memecahkan permasalahan yang timbul berkaitan dengan perkembangan agama
usia anak dirasa kurang dibandingkan dengan perhatian dan kesanggupannya
terhadap perkembangan agama usia remaja dan dewasa.
B.
SARAN
Sebagai
akhir makalah ini, penulis akan menyampaikan saran yang mungkin dapat berguna
bagi para pembaca. Adapun saran-saran sebagai berikut:
1.
Sebagai
generasi muda, sudah selayaknya kita bersikap bijaksana dalam melakukan segala
hal, pertimbangkan resiko baik dan buruknya, bukan hanya untuk diri kita
sendiri melainkan untuk orang-orang disekeliling kita;
2.
Diharapkan
di sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang maksimal, agar dapat membangun
kreatifitas dan prestasi peserta didik agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti tawuran, bolos saat jam pelajaran berlangsung dan lain-lain;
3.
Diharapkan
kepada pemerintah untuk senantiasa terus melakukan upaya pengawasan ke tiap
sekolah demi meningkatkan efektifitas dan efisiensi kinerja dari warga sekolah.