Sabtu, 18 Mei 2013

Makalah perkembangan moralitas dan keagamaan remaja serta implikasinya dalam pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Remaja merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. “Masa remaja adalah usia yang paling rawan dalam kehidupan anak-anak. Salah mendidik, anak akan menjadi sosok yang angkuh, egois dan pemberontak” (menurut Dr. Farah Agustin, Psikolog anak). Di usia ini anak-anak mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi itu, meliputi: jasmani, rohani, pikiran, perasaan dan sosial. Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresif.
Masa remaja adalah puncak perkembangan seluruh aspek-aspek kepribadian anak. Sebab setelah melewati masa remaja ini anak tersebut akan menjadi seorang yang dewasa yang boleh dikatakan telah terbentuk suatu pribadi yang relatif tetap.
Perkembangan moral, nilai dan sikap (tingkah laku) ini berkembang sangat pesat pada masa remaja. Dapat dikatakan bahwa pada masa remaja menjadi penentu perkembangan hal-hal tersebut.
Penanaman nilai-nilai keagamaan menyangkut konsep tentang ketuhanan, semenjak usia dini mampu membentuk religiositas anak mengakar secara kuat pada masa remaja dan mempunyai pengaruh sepanjang hidup. Pada teori Harms, dinyatakan bahwa pemahaman anak tentang tuhan melalui tiga fase, dan masa remaja adalah masa yang mengalami fase individualistic stage. Dua situasi yang mendukung perkembangan rasa agama pada usia remaja adalah kemampuannya untuk berfikir abstrak dan kesensitifan emosinya.
B.     RUMUSAN MASALAH
1)      Apa yang di maksud dengan perkembangan moralitas pada remaja?
2)      Bagaimana peng-implikasi-an perkembangan moralitas dalam pemdidikan?
3)      Apa yang dimaksud dengan perkembangan keagamaan pada remaja?
4)      Bagaimana implikasinya dalam pendidikan?
5)      Bagaimakah karakteristik perkembangan moralitas dan keagamaan remaja serta implikasinya dalam pendidikan?

C.    TUJUAN PENULISAN
1)      Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan Perkembangan Peserta Didik;
2)      Sebagai salah satu syarat mengikuti UTS;
3)      Sebagai langkah untuk lebih mengenal karakter peserta didik khususnya pada usia remaja;
4)      Untuk menambah wawasan dan pengalaman.

D.    METODE PENULISAN
      Cara-cara yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi pustaka dan browsing internet. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku dan mencari data yang berkaitan dengan materi di internet.




BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Hakikat Perkembangan
Perkembangan dapat diartikan sebagagai satu proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik fisik maupun psikis menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan.
Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan itu bresifat saling ketergantungan atau memengaruhi antara bagian-bagian organisme (fisik dan psikis) dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Progresif berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat, mendalam atau meluas, baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif (psikis). Berkesinambungan berarti perubahan pada bagian fungsi organisme  berlangsung secara beraturan atau berurutan, tidak terjadi secara kebetulan atau loncat-loncat.
Perkembangan mempunyai ciri-ciri yaitu : terjadinya perubahan ukuran, terjadinya perubahan proporsi, lenyapnya tanda-tanda lama dan munculnya tanda-tanda baru. Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti, baik fisik maupun psikis berlangsung secara terus-menerus sejak masa konsepsi sampai mencapai masa kematangan atau masa tua. Semua aspek perkembangan saling memengaruhi, yaitu setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, intelektual, emosi, sosial, spiritual maupun moral, satu sama lainya saling memengaruhi dan terdapat hubungan korelasi yang positif antara aspek-aspek tersebut. Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu yaitu setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan tahap sebelumnya dan merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya. Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan yaitu perkembangan fisik dan psikis mencapai kematanganya terjadi pada waktu dan tempo yang berbeda (ada yang cepat dan ada yang lambat).
Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas misalnya (a) sampai usia 2 tahun anak memusatkan perhatianya untuk menguasi gerak-gerik fisik dan belajar berbicara. Dan (b) usia 3-6 tahun, perkembangan di pusatkan untuk menjadi manusia sosial (belajar bergaul dengan orang lain. Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan fase perkembangan, bahwa dalam menjalani kehidupanya yang normal dan berusia panjang, individu akan mengalami masa atau fase perkembangan yaitu masa konsepsi bayi, kanak-kanak, anak, remaja dan dewasa.

B.     Hakikat Remaja
Istilah remaja berasal dari bahasa Latin “adolescence” yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence juga mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (Hurlock, 1980: 206)
Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, intelegensi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.
Sedangkan menurut Hurlock (1980: 206), remaja adalah mereka berada pada usia berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia tujuh belas atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode yang sangat singkat.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Pernyataan ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu, yaitu di awal abad kedua puluh oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall (dalam Santrock, 2003: 193) pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan yang sampai sekarang banyak dikutip orang.

C.    Hakikat Perkembangan Moralitas
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock, 1995).
Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral, tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Karena itu melalui pengalamanya berinteraksi dengan orang lain, anak belajar memahami tentang prilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tinglah laku mana yang buruk yang tidak boleh dikerjakan.
Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban (purwadarminto, 1957:957). Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan salah dengan demikian moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.

D.    Hakikat Perkembangan Keagamaan Remaja
Latar belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menentukan konsepsinya tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa dia. Agama, seperti yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sistem tentang keyakinan-keyakinan, sikap-sikap dan praktek-praktek yang kita anut, pada umumnya berpusat sekitar pemujaan.
Dari sudut pandangan individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi urusan terakhir baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya. Dari sudut pandangan sosial, seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki hubungan-hubungan bermakna dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia pegang bersama dengan orang lain dalam ketaatan yang umum terhadapnya. Bagi kebanyakan orang, agama merupakan dasar terhadap falsafah hidupnya.
Penemuan lain menunjukkan, bahwa sekalipun pada masa remaja banyak mempertanyakan kepercayaan-kepercayaan keagamaan mereka, namun pada akhirnya kembali lagi kepada kepercayaan tersebut. Banyak orang yang pada usia dua puluhan dan awal tiga puluhan, tatkala mereka sudah menjadi orang tua, kembali melakukan praktek-praktek yang sebelumnya mereka abaikan (Bossard dan Boll, 1943). Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral.
Bahkan, sebagaiman dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya.
Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya. Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada diawan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi.
Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya. Oleh karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuann dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Sehubungan dengan pengaruh perekembangan kognitif terhadap perkembangan agama selama masa remaja ini.




BAB III
PEMBAHASAN

A.    Karakteristik Perkembangan Moralitas Remaja Serta Implikasinya Dalam Pendidikan
1.      Pengertian Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Moral dapat juga diartikan sebagai ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik, perlu dilakukan,dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari.
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock, 1995). Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (immoral).  Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, dalam pengalamannya  berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara, teman sebaya, atau guru), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
a.      Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
b.     Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam  bertingkah laku. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh masyarakat dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.

2.      Karakteristik Perkembangan Moral
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal, yakni:
a.       Mulai mampu berfikir abstrak;
b.      Mulai mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis, maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka;
c.       Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai walau belum mampu mempertanggungjawabkannya secara pribadi;
d.      Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah;
e.       Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan;
f.       Penilaian moral menjadi kurang egosentris;
g.      Penilaian secara psikologis menjadi lebih mahal.

3.      Faktor Faktor yang Menghambat Perkembangan Moralitas Remaja
Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral:
a.       Hubungan harmonis dalam keluarga, yang merupakan tempat penerapan  pertama sebagai individu. Begitupula dengan pendidikan agama yang diajarkan di lingkungan keluarga sangat berperan dalam perkembangan moral remaja.
b.      Masyarakat, tingkah laku manusia bisa terkendali oleh kontrol dari yang   mempunyai sanksi-sanksi buat pelanggarnya.
c.       Lingkungan sosial, lingkungan sosial terutama lingkungan sosial terdekat yang bisa sebagai pendidik dan pembina untuk memberi pengaruh dan membentuk tingkah laku yang sesuai.
d.      Perkembangan nalar, makin tinggi penalaran seseorang, maka makin tinggi pula moral seseorang.
e.       Peranan media massa dan perkembangan teknologi modern.  Hal ini berpengaruh pada moral remaja. Karena seorang remaja sangat cepat untuk terpengaruh terhadap hal-hal yang baru yang belum diketahuinya.

4.       Implementasi Perkembangan Moralitas Dalam Pendidikan
Adapun implementasi dari perkembangan moral pada remaja adalah:
a.       Dalam bergaul, remaja sudah mulai selektif dalam memilih teman;
b.      Remaja sudah peka terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya dan sudah mulai mencari solusi terhadap permasalahan tersebut;
c.       Sudah mulai mencoba untuk membahagiakan orang lain;
d.      Timbul rasa kepedulian jika melihat hal-hal yang menyentuh hati;
e.       Remaja sudah mulai membentuk kepribadiannya yang sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya.

5.      Upaya Upaya Sekolah Dalam Rangka Mengembangkannya
Ketika anak berada dalam masa perkembangan, pembentukan moralnya dipengaruhi oleh lingkungannya. Dimulai dari lingkungan keluarga, dimana orang tua mengenalkan nilai-nilai sederhana seperti kesopanan terhadap ayah dan ibu. Saat pergaulan anak tersebut makin luas pada usia remaja, dia akan mengenal lebih banyak nilai-nilai kehidupan melalui kejadian-kejadian di sekitarnya. Remaja terdorong untuk mengidentifikasi peristiwa yang dialaminya sehingga dapat membedakan sikap mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk dilakukan.
Upaya membantu remaja menemukan identitas diri:
a. Berilah informasi tentang pilihan-pilihan karier dan peran-peran orang dewasa
b.   Membantu siswa menemukan sumber-sumber untuk memecahkan masalah pribadinya (melalui guru konseling)
c.   Bersikap toleran terhadap tingkah laku remaja yang dipandang aneh. Caranya: mendiskusikan tentang tatakrama dalam berpakaian
d. Memberi umpan balik yang realistis tentang dirinya.
Caranya: berdiskusi dengan siswa, member contoh orang lain yang sukses dalam hidup.

Menurut Kohlberg ;
a.       Anak menganggap baik dan buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya berupa kepatuhan dan hukuman atas kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Misalnya, jika anak tidak mau belajar maka dia tidak akan diijinkan untuk bermain dengan temannya.
b.      Anak tidak lagi secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya atau ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian dapat dipandang dari berbagai sisi yaitu sisi manfaat dan kerugiannya.
c.       Anak mulai memasuki umur belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain.
d.      Anak merasakan bahwa perbuatan baik yang diperlihatkan bukan hanya agar dapat diterima lingkungan, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan atau norma sosial, contohnya seorang remaja yang mulai belajar menghormati orang yang lebih tua dengan bersikap ramah dan santun.
e.       Remaja menyadari adanya hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial melalui kata hati yang dirasakannya. Maksudnya, jika dia menjalankan kewajibannya sebagai anggota masyarakat maka lingkungan aka memberikan perlindungan dan rasa nyaman padanya.
f.       (Prinsip Universal), remaja mengadakan penginternalisasian moral yaitu remaja melakukan tingkah laku moral yang dikemudikan oleh tanggung jawab batin sendiri, menjadikan penilaian moral sebagai nilai-nilai pribadi yang tercermin pada tingkah lakunya.

Mengenai peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak, Hurlock (1986: 322) mengemukakan bahwa sekolah merupakan factor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (siswa), baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun cara berprilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga dan guru substitusi orangtua. Ada beberapa alassan, mengapa sekolah memainkan peranan penting yang berarti bagi perkembangan kepribadian anak, yaitu ;
a.       Siswa harus hadir disekolah;
b.      Sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan    masa perkembangan ‘konsep dirinya”;
c.       Anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah;
d.      Sekolah member kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses;
e.       Sekolah member kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuannya secara realistis.

B.     Karakteristik Perkembangan Keagamaan Remaja Serta Implikasinya Dalam Pendidikan.
1.      Pengertian
Agama memang tidak mudah untuk didefinisikan secara tepat, karena agama mengambil bentuk bermacam-macam diantara suku-suku dan bangsa-bangsa di dunia. Secara etimologi, religion (agama) berasal dari bahasa latin religio, yang berarti suatu hubungan antara manusia dan Tuhan.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Adams dan Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya, agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini, agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
Fitrah beragama ini merupakan disposisi (kemampuan dasar) yang mengandung kemungkinan atau berpeluang untuk berkembang. Namun, mengenai arah dan kualitas perkembangan beragama remaja sangat bergantung kepada proses pendidikan yang diterimanya. Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang direfleksikan kedalam peribadatan kepada-Nya.
Kebutuhan remaja akan Allah kadang-kadang tidak terasa ketika remaja dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Sebaliknya Allah sangat dibutuhkan apabila remaja dalam keadaan gelisah, ketika ada ancaman, takut akan kegelapan, ketika merasa berdosa.
Jadi kesimpulannya, perasaan remaja pada agama adalah ambivalensi. Kadang-kadang sangat cinta dan percaya pada Tuhan, tetapi sering pula berubah menjadi acuh tak acuh dan menentang (Zakiyah Darajat, 2003:96-96 dan Sururin, 2002:70).

2.      Karakteristik Perkembangan Keagamaan
Dalam  pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki masa Progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan  nubilitas.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan pada masa remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W. Starbuck adalah:
a)      Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
b)      Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati berkehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasan super, remaja lebih terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.
c)      Pertimbangan sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
d)     Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari perlindungan. Tipe moral yang juga terlihat pada remaja juga mencakupi:
1.   Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
2.   Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3.   Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
4.   Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
5.   Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan masyarakat.   
e)      Sikap dan minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil dan lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).
Howard Bell dan Ross, berdasarkan penelitiannya terhadap 13.000 remaja di Marlyand mengungkapkan sebagai berikut:
1.      Remaja yang taat beribadah ke gereja secara terartur 45%;
2.      Remaja yang tidak pernah kegereja 35%;
3.      Minat terhadap: ekonomi, keuangan, materi dan sukses pribadi 73%;
4.      Minat terhadap masalah ideal, keagamaan dan sosial 21%.
Perkembangan keagamaan remaja tergantung bagaimana dan apa yang diperolehnya sejak masa anak-anak. Umumnya, apabila pendidikan agama yang diberikan kuat maka perkembangan keagamaan remaja akan menjadi positif dan boleh jadi semakin kuat. Begitu pula sebaliknya, apabila terdapat banyak kerancuan pemahaman terhadap keagamaan, maka perkembangan keagamaan remaja tersebut akan terganggu. Pada masa remaja, keagamaan sama pentingnya dengan moral.
Ahli umum (Zakiah, Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan keagamaan itu dibagi dalam dua tahapan yang secara kualitatif menunjukan karakteristik yang berbeda.
1.    Masa remaja awal
a.    Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang yang beragama secara hipokrit;
b.   Pandangan dalam ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran yang tidak cocok;
c.    Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik, sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual.
2.   Masa remaja akhir
a.   Sikap kembali pada umumnya kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual;
b.   Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkan dalam hal konteks agama yang dianutnya;
c.    Penghayatan rohaniahnya kembali tenang.

3.      Faktor- faktor yang Mempengaruhi
Tidak sedikit remaja yang bimbang dan ragu dengan agama yang diterimanya, W. Sturbuck meneliti mahasiswa Middle Burg College. Dari 142 remaja yang berusia 11-26 tahun, terdapat 53% yang mengalami keraguan tentang:
a)      Ajaran agama yang mereka terima.
b)      Cara penerapan ajaran agama.
c)      Keadaan lembaga-lembaga keagamaan.
d)      Para pemuka agama
Menurut analisis yang dilakukan W.Starbuck, keraguan itu disebabkan oleh faktor:
·         Kepribadian
Tipe kepribadian dan jenis kelamin, bisa menyebabkan remaja melakukan salah tafsir terhadap ajaran agama.
Bagi individu yang memiliki kepribadian yang introvert, ketika mereka mendapatkan kegagalan dalam mendapatkan pertolongan Tuhan, maka akan menyebabkan mereka salah tafsir terhadap sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayangnya Tuhan.
Misalnya: Ketika berdoa’a tidak terkabul, maka mereka akan menjadi ragu akan kebenaran sifat Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang Tuhan tersebut. Kondisi ini akan sangat membekas pada remaja yang introvert walau sebelumnya dia taat beragama.
      Untuk jenis kelamin
Wanita yang cepat matang akan lebih menunjukkan keraguan pada ajaran agama dibandingkan pada laki-laki cepat matang.
·         Kesalahan Organisasi Keagamaan dan Pemuka Agama
Kesalahan ini dipicu oleh “dalam kenyataannya, terdapat banyak organisasi dan aliran-aliran keagamaan”. Dalam pandangan remaja hal itu mengesankan adanya pertentangan dalam ajaran agama. Selain itu remaja juga melihat kenyataan “Tidak tanduk keagamaan para pemuka agama yang tidak sepenuhnya menuruti tuntutan agama”.
·         Pernyataan Kebutuhan Agama
Pada dasarnya manusia memiliki sifat konservatif (senang dengan yang sudah ada), namun disisi lain, manusia juga memiliki dorongan curiosity (dorongan ingin tahu).
Kedua sifat bawaan ini merupakan kenyataan dari kebutuhan manusia yang normal. Apa yang menyebabkan pernyataan kebutuhan manusia itu berkaitan dengan munculnya keraguan pada ajaran agama?
Dengan dorongan Curiosity, maka remaja akan terdorong untuk mempelajari/mengkaji ajaran agamanya. Jika dalam pengkajian itu terdapat perbedaan-perbedaan atau terdapat ketidaksejalanan dengan apa yang telah dimilikinya (konservatif) maka akan menimbulkan keraguan.
·         Kebiasaan
Remaja yang sudah terbiasa dengan suatu tradisi keagamaan yang dianutnya akan ragu untuk menerima kebenaran ajaran lain yang baru diterimanya/dilihatnya.
·         Pendidikan
Kondisi ini terjadi pada remaja yang terpelajar. Remaja yang terpelajar akan lebih kritis terhadap ajaran agamanya. Terutama yang banyak mengandung ajaran yang bersifat dogmatis. Apalagi jika mereka memiliki kemampuan untuk menafsirkan ajaran agama yang dianutnya secara lebih rasional.
·         Percampuran Antara Agama dengan Mistik
Dalam kenyataan yang ada ditengah-tengah masyarakat, kadang-kadang tanpa disadari ada tindak keagamaan yang mereka lakukan ditopangi oleh mistik dan praktek kebatinan. Penyatuan unsur ini menyebabkan remaja menjadi ragu untuk menentukan antara unsur agama dengan mistik.

Penyebab keraguan remaja dalam bidang agama yang dikemukakan oleh Starbuck diatas, adalah penyebab keraguan yang bersifat umum bukan yang bersifat individual. Keraguan remaja pada agama bisa juga terjadi secara individual. Keraguan yang bersifat individual ini disebabkan oleh:
a.      Kepercayaan
Yaitu: Keraguan yang menyangkut masalah ke-Tuhanan dan implikasinya. Keraguan seperti ini berpeluang pada remaja agama Kristen,,yaitu: tentang ke-Tuhanan yang Trinitas.
b.      Tempat Suci
Yaitu: keraguan yang menyangkut masalah pemuliaan dan pengaguman tempat-tempat suci.
c.       Alat Perlengkapan Agama
Misalnya: Fungsi salib pada ajaran agama Kristen
d.      Fungsi dan Tugas dalam Lembaga Keagamaan
Misalnya: Fungsi pendeta sebagai penghapus dosa
e.   Pemuka agama, biarawan dan biarawati
f.   Perbedaan aliran dalam keagamaan

Jadi,
·         Tingkat keyakinan dan ketaatan remaja pada agama sangat dipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang terjadi dalam dirinya.
·         Dalam upaya mengatasi konflik batin, para remaja cenderung untuk bergabung dalam peer groups-nya dalam rangka berbagi rasa dan pengalaman. Kondisi inipun akan mempengaruhi keyakinan dan ketaatan remaja pada agama (Jalaluddin, 2002:78-81)

Faktor lain yang mempengaruhi adalah, adanya motivasi dari dalam diri remaja itu sendiri. Menurut Yahya Jaya, motivasi beragama adalah usaha yang ada dalam diri manusia yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu tindak keagamaan dengan tujuan tertentu atau usaha yang menyebabkan seseorang beragama.
Menurut Nico Syukur, manusia termotivasi untuk beragama atau melakukan tindak keagamaan dalam 4 hal:
1. Didorong oleh keinginan untuk mengatasi frustasi dalam kehidupan, baik:
·         Frustasi karena kesukaran alam;
·         Frustasi karena sosial;
·         Frustasi karena moral;
·         Frustasi karena kematian.
2. Didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat
3. Didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu atau intelek ingin tahu manusia.
4. Didorong oleh keinginan menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.

4.      Implikasi Perkembangan Keagamaan Remaja Dalam Pendidikan
Spilka menyatakan bahwa penanaman agama yang terhenti sebelum seseorang mencapai formal operation stage kadang akan sulit untuk diperbaiki. Oleh karena itu pemberian materi agama bagi remaja harus tetap dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek perkembangan yang terjadi pada masa remaja.
Sebagai faktor eksternal, maka pendidik harus memperhatikan dinamika perkembangan remaja. Dalam hal ini dinamika perkembangan remaja dapat digunakan sebagai dasar penyusunan materi yang akan diberikan kepada remaja beserta strategi dan metode penyampaiannya. Dilihat dari segi muatanya, pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dengan mata pelajaran yang lain  sehingga penyampaian materi agama harus disampaikan menggunakan konsep yang luas, dengan mengaitkan berbagi cabang ilmu pengetahuan lain dan disampaikan secara mendalam. Hal ini sesuai dengan berbagai aspek perkembangan remaja baik kondisi maupun kejiwaannya sehingga mampu mendorong minat beragama serta menumbuhkan minat untuk menggali secara mendalam mengenai berbagai pengetahuan agama, sehingga dapat menjawab segala pertanyaan mengenai suatu hal yang berkaitan dengan keyakinannya dan menjawab semua persoalan pribadinya.
Dengan demikian maka materi pendidikan agama dapat diterima dengan baik  dan dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari hari mereka, sehingga dapat meningkatkan potensi spiritual serta membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia.
Pendidikan agama nampaknya harus tetap dipertahankan sebagai bagian penting dari program-program pendidikan yang diberikan di sekolah. Tanpa melalui pendidikan agama, mustahil SQ dapat berkembang baik dalam diri peserta didik.
Anak remaja memasuki masa kritis dan skeptis. Pengahayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan mungkin atas pertimbangan adannya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya. Implikasi dari perkembangan perilaku, moral, dan keagamaan anak usia sekolah menengah adalah pendidikan hendaknya dilaksanakan dalam bentuk kelompok-kelompok belajar, atau perkumpulan remaja yang positif. Sekolah hendaknya menciptakan suasana dan menyediakan fasilitas yang memungkinkan terbentuknya kelompok-kelompok remaja yang mempunyai tujuan dan program-program kegiatan yang positif berdasarkan minat siswa.


















BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Masa remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan  nubilitas. Masa remaja adalah masa pemberontakan. Pada masa itulah hati nurani mulai mengambil peran dalam menentukan perilaku remaja, dan rasa tanggung jawab atas segala akibat dari  perilakunya.
Dalam keseluruhan perkembangan agama, perkembangan pada usia anak-anak mempunyai peran yang sangat penting karena dalam perkembangan tersebut keseluruhan dasar-dasar religiositas mulai terbentuk. Akan tetapi perhatian dan kesangguan pihak orang dewasa dalam memahami dan memecahkan permasalahan yang timbul berkaitan dengan perkembangan agama usia anak dirasa kurang dibandingkan dengan perhatian dan kesanggupannya terhadap perkembangan agama usia remaja dan dewasa.



B.     SARAN
      Sebagai akhir makalah ini, penulis akan menyampaikan saran yang mungkin dapat berguna bagi para pembaca. Adapun saran-saran sebagai berikut:
1.      Sebagai generasi muda, sudah selayaknya kita bersikap bijaksana dalam melakukan segala hal, pertimbangkan resiko baik dan buruknya, bukan hanya untuk diri kita sendiri melainkan untuk orang-orang disekeliling kita;
2.      Diharapkan di sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang maksimal, agar dapat membangun kreatifitas dan prestasi peserta didik agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti tawuran, bolos saat jam pelajaran berlangsung dan lain-lain;
3.      Diharapkan kepada pemerintah untuk senantiasa terus melakukan upaya pengawasan ke tiap sekolah demi meningkatkan efektifitas dan efisiensi kinerja dari warga sekolah.